Wednesday, 25th June 2025
by Admin
Kalau lagi kurang enak badan, Imuners pasti sering denger orang berkomentar “ah, paling masuk angin” atau ketika kurang enak badan ini nggak sembuh-sembuh mungkin ada juga yang bilang “awas loh tipes”.
Masuk angin dan demam tifoid menjadi dua istilah yang sering digunakan untuk melabeli kondisi ketika seseorang mengalami gejala seperti demam, pusing, atau mual-mual padahal dua istilah ini pada hakikatnya sangat berbeda.
Penanganan dari dua kondisi ini juga sangat berbeda, dan potensi bahaya dari masuk angin atau demam tifoid juga tidak bisa disamakan.
Seperti apa sebenarnya gejala masuk angin dan demam tifoid yang sebenarnya? Apa cara terbaik untuk mencegah dan mengobatinya? Yuk, simak pembahasan selengkapnya berikut ini!
Untuk tahu perbedaan dari istilah masuk angin dan tipes, kita perlu tahu lebih jelas lagi mengenai pengertian dari keduanya.
Masuk angin bukanlah istilah medis, melainkan istilah khas dari budaya Indonesia yang digunakan untuk menyebut kondisi tubuh yang sedang “tidak enak.”
Istilah ini sangat umum di masyarakat, bahkan sering dianggap penyakit ringan, padahal dalam dunia medis tidak ada penyakit bernama masuk angin.
Secara harfiah, istilah ini berarti “angin yang masuk ke dalam tubuh,” dan dipercaya muncul akibat cuaca dingin, kehujanan, terlalu lama di depan kipas/AC, atau kelelahan.
Karena itu, banyak orang percaya bahwa masuk angin terjadi karena tubuh "kemasukan angin" lewat pori-pori yang terbuka.
Namun secara ilmiah, kondisi yang sering disebut masuk angin ini biasanya merupakan kombinasi dari kelelahan, perubahan suhu tubuh, gangguan pencernaan ringan, atau infeksi virus ringan.
Artinya, meskipun masuk angin tidak ada dalam kamus medis, gejala-gejalanya nyata dan bisa dijelaskan secara medis.
Gejala masuk angin bisa berbeda-beda antara satu orang dan lainnya. Tapi secara umum, orang yang merasa “masuk angin” akan mengalami beberapa gejala berikut ini:
Gejala ini biasanya muncul pelan-pelan dan tidak berlangsung lama.
Rangkaian gejala ini umumnya sembuh dalam waktu 2–3 hari hanya dengan istirahat, minum minuman hangat, makan yang bergizi, atau kerokan, yang dipercaya bisa “mengeluarkan angin” dari tubuh.
Meskipun bukan penyakit medis, gejala masuk angin yang dirasakan tetap bisa mengganggu aktivitas sehari-hari.
Akan tetapi, jika gejala bertahan lebih dari 3 hari atau semakin parah, sebaiknya segera periksa ke dokter karena bisa jadi itu bukan masuk angin, melainkan penyakit infeksi lain seperti flu, common cold, atau bahkan tipes.
Berbeda dengan masuk angin yang sifatnya ringan dan tidak spesifik, demam tifoid adalah penyakit infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri bernama Salmonella Typhi.
Bakteri ini menyebar melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi kotoran penderita.
Karena itu, penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan makanan, air minum, dan sanitasi lingkungan.
Demam tifoid termasuk penyakit menular yang umum ditemukan di negara berkembang dengan sistem sanitasi yang belum memadai, termasuk di Indonesia.
Penularannya bisa terjadi lewat jajan sembarangan, tidak mencuci tangan, atau mengonsumsi air mentah.
Setelah seseorang terpapar bakteri penyebab demam tifoid, gejalanya tidak langsung muncul, tapi berkembang secara bertahap dalam waktu 1–3 minggu.
Gejala demam tifoid berkembang perlahan dan biasanya lebih parah dibandingkan masuk angin atau flu biasa. Berikut ini adalah gejala umum yang sering muncul pada penderita demam tifoid:
Gejala-gejala ini bisa berlangsung lama dan makin memburuk jika tidak segera diobati.
Jika dibiarkan, demam tifoid bisa menimbulkan komplikasi berat, seperti:
Oleh karena itu, penyakit ini tidak bisa dianggap enteng dan tidak cukup ditangani hanya dengan kerokan, jamu, atau istirahat di rumah.
Dibutuhkan pemeriksaan dokter, diagnosis laboratorium, dan pengobatan antibiotik yang tepat agar bisa sembuh dari penyakit ini.
Diagnosis demam tifoid dilakukan lewat pemeriksaan laboratorium, seperti:
Dokter juga akan mengecek gejala klinis pasien, seperti demam lebih dari 5 hari yang tidak turun-turun, lemas berat, dan gangguan pencernaan yang menetap.
Cara terbaik untuk mencegah penularan demam tifoid adalah dengan melakukan imunisasi.
Dengan imunisasi, tubuh akan beradaptasi dengan patogen penyebab penyakit ini dan menyiapkan antibodi yang sesuai jadi ketika nantinya terpapar tubuh sudah jauh lebih siap.
Imunisasi tifoid tidak memberikan perlindungan seumur hidup, jadi butuh update imun tiap 2–5 tahun.
Imunisasi ini sangat direkomendasikan bagi:
Meski tidak 100% mencegah infeksi, imunisasi ini secara signifikan mengurangi resiko terkena demam tifoid atau setidaknya membuat gejalanya menjadi jauh lebih ringan ketika terpapar.
Meski tidak diakui secara medis, masuk angin tetap dipercaya banyak orang karena:
Selain itu, masuk angin juga mencerminkan cara masyarakat Indonesia memaknai keseimbangan tubuh dan lingkungan, misalnya ketika terlalu lama kehujanan atau terkena angin malam.
Meski sama-sama bisa bikin badan meriang dan nggak enak, demam tifoid dan masuk angin adalah dua hal yang sangat berbeda.
Masuk angin memiliki gejala yang ringan dan biasanya bisa pulih sendiri, tapi demam tifoid adalah penyakit serius yang butuh diagnosis dokter dan pengobatan antibiotik.
Menganggap demam tifoid sebagai masuk angin biasa bisa sangat berbahaya karena membuat orang terlambat mencari pertolongan medis.
Pastikan makanan yang kita konsumsi bersih, selalu minum air yang matang, dan lakukan imunisasi tifoid apalagi jika tinggal di daerah padat penduduk.
Sumber