Monday, 20th October 2025
by Admin
Imuners pasti udah nggak asing lagi sama tuberkulosis (TBC), tapi apa semua informasi yang Imuners tahu soal TBC itu fakta atau mitos?
Meski penelitian seputar TBC sudah banyak dilakukan dan dipublikasikan ke masyarakat, masih banyak mitos yang tidak benar seputar TBC yang berkembang dan banyak dipercaya.
Bukan hanya merugikan secara moral dan sosial, beberapa mitos bahkan bisa memperburuk kondisi penderita jika benar-benar dipercaya.
Apa saja sebenarnya mitos TBC yang masih banyak dipercaya di masyarakat? Seperti apa fakta sebenarnya? Yuk, simak pembahasan selengkapnya berikut
TBC atau tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru, tapi bisa juga menyerang organ lain seperti tulang, kelenjar getah bening, ginjal, atau otak.
TBC menyebar lewat udara, biasanya saat penderita batuk, bersin, atau berbicara di ruang tertutup.
Droplet kecil yang mengandung bakteri bisa terhirup orang lain dan menyebabkan infeksi, terutama jika daya tahan tubuh mereka lemah.
Gejala khas TBC antara lain batuk berdahak yang berlangsung lebih dari dua minggu, demam ringan yang sering muncul di sore atau malam hari, berat badan turun tanpa sebab yang jelas, lemas, dan berkeringat di malam hari.
Akan tetapi karena gejalanya bisa mirip dengan penyakit lain, banyak orang tidak sadar mereka sudah terinfeksi.
Sayangnya, TBC juga dikelilingi banyak mitos yang membuat orang takut berobat, merasa malu, atau menunda pengobatan.
Berikut ini beberapa mitos seputar TBC dan fakta sebenarnya di balik mitos tersebut.
Banyak orang yang percaya kalau TBC adalah penyakit genetik dan mitos ini muncul karena banyak kasus TBC terjadi dalam satu keluarga.
Sebenarnya, hal ini terjadi karena mereka tinggal serumah dan sering menghirup udara yang sama dalam waktu lama.
Bakteri TBC menyebar lewat droplet di udara jadi orang-orang yang tinggal serumah dengan penderita sangat rentan untuk tertular.
TBC bukan penyakit genetik dan penyebabnya adalah infeksi bakteri yang menular dari orang ke orang.
Banyak orang yang percaya kalau semua penderita TBC bisa menularkan penyakit, padahal tidak semua penderita TBC bisa menularkan penyakitnya ke orang lain.
Penularan terjadi jika seseorang menderita TBC aktif di paru-paru dan belum menjalani pengobatan.
Sementara itu, penderita TBC laten yaitu kondisi dimana bakteri TBC sudah ada dalam tubuh tapi belum aktif dan tidak menularkan penyakitnya ke siapa pun.
Bahkan penderita TBC aktif yang sudah menjalani pengobatan selama beberapa minggu pun umumnya sudah tidak menular lagi.
Artinya, tidak semua orang dengan TBC harus dijauhi atau dihindari. Yang penting adalah mendapatkan pengobatan secepat mungkin.
Banyak orang yang percaya kalau TBC hanya bisa menyerang paru-paru saja, padahal TBC bisa menyerang organ lain selain paru-paru dan hal ini disebut sebagai TBC ekstra-paru.
TBC juga bisa menyerang organ lain seperti tulang belakang, kelenjar leher, ginjal, dan bahkan otak.
Gejala yang ditimbulkannya pun tidak selalu batuk, bisa berupa benjolan, nyeri punggung, atau gangguan saraf. Karena itu, orang yang tidak batuk pun bisa saja mengidap TBC.
Pemeriksaan medis tetap diperlukan jika ada gejala yang tidak wajar, terutama jika pernah kontak dengan penderita TBC sebelumnya.
Satu hal yang harus dipahami yaitu TBC bisa menyerang siapa saja, tanpa pandang status ekonomi.
Kondisi seperti rumah padat penduduk, ventilasi buruk, atau gizi kurang memang bisa meningkatkan resiko penyebaran penyakit, tapi tidak berarti TBC hanya menyebar di lingkungan ini saja.
Orang yang tinggal di perkotaan atau di lingkungan yang lebih baik sekalipun masih bisa terkena TBC jika kontak dengan penderita.
Siapa pun yang terpapar bakteri TBC dan memiliki daya tahan tubuh lemah bisa tertular, termasuk pelajar, pekerja kantoran, bahkan tenaga kesehatan sekalipun.
Mitos TBC ini tergolong sebagai mitos yang berbahaya jika dipercaya karena bisa membuat orang enggan untuk berobat.
TBC tidak akan sembuh tanpa pengobatan, malah bisa menyebar ke organ lain atau menyebabkan kematian jika tidak diobati.
Saat gejala mulai hilang, bukan berarti bakteri TBC sudah mati, bisa jadi tubuh hanya sedang menahan penyebaran bakteri ini untuk sementara.
Kalau tidak ditangani, infeksi bisa semakin parah dan menular ke orang lain.
Saat ini, obat TBC tersedia gratis di Puskesmas dan rumah sakit pemerintah dan pengobatan dari penyakit ini harus dijalani selama minimal 6 bulan dan tidak boleh bolong.
Mitos TBC lain yang berbahaya jika dipercaya adalah penderita bisa berhenti minum obat setelah merasa sembuh.
Hal ini merupakan kesalahan besar yang sering menyebabkan TBC jadi lebih kuat dan semakin sulit untuk disembuhkan.
Banyak pasien berhenti minum obat setelah merasa baikan, padahal itu belum tentu tanda bakteri sudah benar-benar hilang.
Kalau obat dihentikan di tengah jalan, bakteri bisa jadi kebal pada dosis dan obat yang diberikan. Hal ini disebut dengan TBC resisten obat (TB-RO) dan menyebabkan penyakit TB yang lebih serius yaitu TB Multidrug Resistance (MDR TB).
Kalau sudah sampai tahap ini, pengobatannya akan menjadi lebih lama, lebih mahal, efek obat lebih kuat, dan peluang sembuh menjadi lebih kecil.
Perlu dipahami bahwa TBC bisa menular lewat udara tanpa harus kontak langsung dari depan wajah. Penularan TBC terjadi saat seseorang menghirup udara yang mengandung bakteri.
Itu artinya jika berada di ruangan tertutup tanpa ventilasi, kita tetap bisa tertular meskipun tidak berdiri tepat di depan penderita saat ia batuk.
Bakteri bisa melayang-layang di udara selama beberapa jam, terutama di tempat gelap, pengap, dan lembab.
Oleh karena itu, pencegahan TBC tidak hanya soal menjaga jarak saat orang batuk tapi juga menjaga ventilasi, memakai masker bila diperlukan, dan memastikan penderita TBC segera mendapat pengobatan.
Imunisasi BCG merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap TBC, terutama untuk mencegah bentuk TBC berat seperti meningitis TB dan TBC milier pada anak-anak.
Meskipun tidak sepenuhnya melindungi dari infeksi TBC paru pada orang dewasa, imunisasi ini tetap penting dalam upaya pencegahan awal, terutama di negara dengan tingkat TBC tinggi seperti Indonesia.
BCG biasanya diberikan satu kali saat bayi, tapi bagi orang dewasa yang belum pernah diimunisasi sebelumnya dan tinggal di lingkungan beresiko tinggi, imunisasi masih bisa dipertimbangkan.
Untuk Imuners yang punya bayi dan belum diimunisasi atau ingin melengkapi imunisasi, bisa datang ke Klinik Imunicare terdekat untuk imunisasi.
Selain imunisasi, Imuners juga bisa sekalian cek kesehatan untuk mendeteksi potensi penyakit sejak dini supaya lebih mudah untuk diobati.
TBC bukan penyakit yang perlu ditakuti karena sebenarnya banyak sentimen-sentimen soal penyakit ini yang tidak benar.
Karena salah paham, banyak orang enggan berobat, malu memeriksakan diri, atau terlambat mencari bantuan.
Padahal, semakin cepat diketahui, semakin besar peluang sembuh dan semakin kecil resiko menular ke orang lain.
Oleh karena itu, edukasi mengenai mitos-mitos seputar TBC yang tidak benar perlu dilakukan untuk memastikan penderita TBC bisa sembuh tanpa harus merasa takut atau malu.
Sumber